Judo mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1942 ketika tentara Jepang mulai menduduki Indonesia. Pada hari-hari tertentu tentara Jepang berlatih Judo di lingkungan asramanya, lama kelamaan tentara Jepang bergaul dan bersahabat dengan orang-orang lingkungan asrama tentara Jepang, maka orang Indonesia yang menjadi sahabat dekat tentara Jepang ikut berlatih Judo dan dipilih betul-betul sangat selektif dengan tujuan jangan sampai membahayakan keberadaan tentara Jepang di Indonesia pada waktu itu.
Pada tahun 1949 berdiri perkumpulan Judo pertama di Jakarta bernama “Jigoro Kano Kwai” yang di pimpin oleh J.D. Schilder (orang Belanda). Perkumpulan tersebut berlatih di gedung YMCA, jalan Nusantara, Jakarta. Anggota perkumpulan Judo tersebut terdiri dari berbagai lapisan antara lain Pelajar, Mahasiswa, Umum, ABRI, anak-anak, orang dewasa, pria dan wanita. Selain belajar Judo mereka juga belajar Jiujitsu (salah satu jenis beladiri Jepang) yang merupakan induk dari olahraga Judo. Pada waktu itu perkumpulan-perkumpulan Judo yang masih berdiri sendiri-sendiri atau belum ada organisasi yang lebih besar yang menaunginya.
Jigoro Kano |
Pada tanggal 20 Mei 1955, didirikan perkumpulan Judo yang diberi nama “Judo Institute Bandung” (JIB) oleh Letkol Abbas Soeriadinata, Mayor Uluk Wartadireja, Letkol D. Pudarto, Pouw Tek Siang, dengan pelatih Tok Supriadi (orang Jepang).
Pada tanggal 25 Desember 1955 dibentuk organisasi Judo Indonesia yang diberi nama Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI) sebagai organisasi Judo tertinggi di Indonesia, yang mengatur dan mengelola kegiatan Judo secara Nasional maupun Internasional. Pada tahun itu juga PJSI telah diakui oleh Komite Olympiade Indonesia sebagai Top Organisasi Judo di Indonesia. Pada tahun yang sama Indonesia secara resmi mendaftar dan diterima sebagai anggota International Judo Federation (IJF) yang menjadi organisasi Judo tertinggi di dunia.
Tahun 1957, Judo untuk pertama kalinya diikut sertakan dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) IV di Makasar, Sulawesi Selatan sebagai salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan. Tahun 1958 – 1959, ketua Komisi Tekhnik Persatuan Judo Indonesia Djakarta (PJID) yaitu Dachjan Elias, Dan IV berangkat ke negara Jepang untuk memperdalam pengetahuan olehraga Judo. Sekembalinya dari Jepang ia segera mengamil langkah-langkah untuk menggiatkan organisasi, sehingga dalam waktu satu tahun terbukti organisasi PJID lebih dikenal oleh masyarakat Judo termasuk di daerah-daerah di luar Jakarta.
Tahun 1960, PJSI akhirnya melakukan pendekatan kepada PJID untuk berfusi menjadi satu organisasi. PJID menyambut dengan tangan terbuka ajakan PJSI karena hal itu yang ditunggu-tunggu dan telah menjadi cita-cita dari PJID sejak awal didirikannya. Dalam Kongres ke II tanggal 20 Desember 1960 di Bandung, dibentuklah satu PJSI baru yang merupakan gabungan dari PJSI lama dan PJID dengan susunan pengurus bangsa Indonesia didalamnya. Setalah bergabung maka hanya ada satu organisasi saja yaitu PJSI dengan kemajuan-kemajuan yang pesat.
Tahun 1961, pada Pekan Olahraga Nasional (PON) ke V di Bandung diikuti oleh pejudo-pejudo pilihan dari berbagai macam daerah yang tadinya tidak pernah ada kesempatan untuk ikut bertanding. Jago baru muncul dan bibit penuh bakat nampak mengesankan, sebagai juara I pada waktu itu adalah Soedjono yang mewakili dari daerah Riau.
Tahun 1962, dalam Asian Games IV di Jakarta Judo tidak termasuk olahraga yang dipertandingkan tetapi bersifat demonstrasi. Perhatian masyarakat terhadap Judo waktu itu sangat besar. Indonesia berhasil menduduki tempat kedua dalam beregu setelah jepang sebagai negara asal dari olahraga beladiri ini. Tahun 1964, Pejudo Indonesia turut serta dalam persiapan Olympiade 1964 di Tokyo, Jepang. Tahun 1966, Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI) mengadakan Kongresnya di Jakarta. Pada tahun ini juga Pejudo Indonesia ikut serta dalam GANEPO ASIAN ke I di Kamboja yang hasilnya sebagai berikut :
1. Anton Darmadja Juara III kelas bulu
2. Fanny Setiawan Atmadja Juara III kelas ringan
3. Tony Atmadjaja Juara III kelas menengah
4. Pieter Rusdhan Tandjono Juara III kelas berat
Tahun 1967, Indonesia ikut dalam Kejuaraan Judo Se-Asia di Manila, Philipina, dipimpin oleh Dachjan Elias. Hasilnya antara lain :
1. Tony Atmadjaja Juara III kelas menengah
2. Paulus Prananto Juara III kelas berat.
Pada tahun 1967 juga pejudo Indonesia ikut serta dalam Universiade di Tokyo, Jepang dimana Indonesia berhasil memperoleh medali perunggu yang merupakan satu-satunya medali bagi kontingen Indonesia yang direbut oleh Tony Admadjaja dalam kelas bebas.
1. Anton Darmadja Juara III kelas bulu
2. Fanny Setiawan Atmadja Juara III kelas ringan
3. Tony Atmadjaja Juara III kelas menengah
4. Pieter Rusdhan Tandjono Juara III kelas berat
Tahun 1967, Indonesia ikut dalam Kejuaraan Judo Se-Asia di Manila, Philipina, dipimpin oleh Dachjan Elias. Hasilnya antara lain :
1. Tony Atmadjaja Juara III kelas menengah
2. Paulus Prananto Juara III kelas berat.
Pada tahun 1967 juga pejudo Indonesia ikut serta dalam Universiade di Tokyo, Jepang dimana Indonesia berhasil memperoleh medali perunggu yang merupakan satu-satunya medali bagi kontingen Indonesia yang direbut oleh Tony Admadjaja dalam kelas bebas.
Tahun 1968, PJSI yang berkembang dengan baik serta mendapat dukungan positif, dan bersama daerah-daerah/Komda-Komda mengadakan Kongres ke IV, bersamaan dengan diadakan kejuaraan Nasional. Pada bulan Oktober 1968, Indonesia sebagai anggota Judo Federation Of Asia diundang untuk hadir dalam Kongres JFA ke II di Tokyo, Jepang.
Tahun 1969, pada bulan Agustus/September diadakam Pekan Olahraga Nasional (PON) ke VII di Surabaya, cabang olahraga Judo dipertandingkan.
Tahun 1970, pada bulan Mei, Indonesia menghadiri Kongres ke IV, Judo Federation Of Asia yang sekarang menjadi Judo Union Of Asia (JUA). Pada saat itu juga diadakan kejuaraan Judo se Asia ke II, bertempat di Taipeh, Taiwan. Dalam pertandingan Judo perorangan, Indonesia berhasil merebut mendali perunggu pada kelas ringan dipersembahkan oleh pejudo Johannes Hardjasa. Sedangkan dalam beregu Indonesia berhasil merebut Juara III.
Tahun 1971, Indonesia mengikuti kejuaraan dunia di Ludwighafen, Jerman Barat dan mengikuti Kongres International Judo Federation (IJF). Dalam kejuaraan dunia Indonesia diwakili oleh empat pejudo yaitu : 1. Tony Atmadjaja kelas ringan dan kelas berat, 2. Fanny Atmadjaja kelas menengah, 3. Hendri Atmadjaja kelas menengah, 4. Iswandi Setiawan kelas ringan. Indonesia termasuk dalam “16 Besar” untuk kelas ringan, yaitu urutan ke 12.
Tahun 1972, bulan Agustus/September, PJSI mengikuti Kongres IJF di Muenchen, Jerman Barat. Utusan Indonesia adalah ketua harian PJSI yaitu Soedjono. Tahun 1973, diselenggarakan PON ke VIII di Jakarta dari tanggal 4-15 Agustu. Judo termasuk cabang olahraga yang dipertandingkan dalam PON sampai sekarang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa olahraga Judo di Indonesia sudah lama dikenal dan digemari oleh masyarakat. Perkembangan Judo di Indonesia cukup pesat baik dari segi organisasi dan prestasi para pejudo sudah dapat di banggakan dan sudah dapat berbicara di tingkat Internasional sejak tahun 1960-an sampai sekarang.
PJSI terus menerus mengikuti kegiatan Judo baik di tingkat Asia Tenggara, Asia, maupun tingkat Dunia seperti Olympiade. Sukses yang paling banyak diraih pejudo Indonesia adalah dalam Sea Games, beberapa kali para pejudo Indonesia merebut medali emas terbanyak Sea Games. Para pejudo Indonesia yang pernah mencatat prestasi yang baik di arena pertandingan Internasional setelah para pendahulunya yang disebutkan diatas, antara lain : Ferry Pantaow, Anton Hartono, Yono Budiono, Raymond Rochili, Haryanto Chandra, Djumantoro, Elly Amalia, Eni, Fenni Pantouw, Ida Irianti Kandi, Bambang Prakasa dan lain-lain. Pejudo Indonesia yang menonjol prestasinya tahun 1990-an sampai sekarang antara lain : Krisna Bayu, Dwi, Pieter, Wayan, Maya, Aprilia, Syanti, Tati, Ira Mayasari dan lain-lain. Organisasi PJSI digarap dengan cermat oleh Kwartet H. Muchdi, Dachjan Elias, Soedjono dan Hamidin RH. Pimpinan tertinggi atau ketua umum pernah di jabat oleh H. Muchdi, LetJen TNI Wismoyo Arismunandar, Mayjen TNI Hendro Priyono dan sejak tahun 2003 sampai sekarang dijabat oleh Ir. MP Simatupang.
Tahun 1970, dalam masa kepemimpinan Ir. Soehoed yang waktu itu menjabat Menteri Perindustrian, mulai dilakukan TC jangka panjang untuk pejudo-pejudo muda potensial dan di bangun pusat pelatihan Judo Nasional di Ciloto, termasuk Hotel Lembah Pinus, sekaligus sebagai cabang olahraga pertama di Indonesia yang memiliki fasilitas latihan sendiri yang terbaik saat itu.
Tahun 1990-an, pada masa kepemimpinan Letjen TNI Wismoyo Arismunandar, yang waktu itu menjabat Kastaf TNI AD, tempat para pejudo Indonesia ditempa di Ciloto diperluas lagi dengan membangun Padepokan Judo Indonesia (PJI). Pada waktu itu prestasi Judo Indonesia khususnya di Asia Tenggara (Sea Games) selalu berhasil merebut medali emas terbanyak dan olahraga Judo semakin banyak diminati masyarakat di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar